Rabu, 29 Agustus 2012
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TANAMAN OBAT RIMPANG
PELUANG DAN
TANTANGAN PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS TANAMAN
OBAT RIMPANG
( I )
Oleh :
Agus
Sukmadjaja
Widyaiaswara Madya
Pengembangan tanaman rimpang sebagai tanaman obat tradisional di Indonesia masih mempunyai prospek yang
sangat cerah untuk masa depan, jika dilihat dari permintaan pasar baik pasar domestik maupun pasar ekspor, total pasar
domestik obat herbal senilai 4 Triliun dan pasar ekspor US $ 30 – 40 juta pada
tahun 2005 (Kimia Farma, 2005). Oleh karenanya perlu ditangani lebih terarah
untuk dapat menghasilkan produksi dan mutu hasil yang tinggi serta
berkesinambungan. Untuk maksud tersebut
usaha taninyapun haruslah menggunakan teknologi maju dan dikelola secara
profesional, efektif sejalan dengan kaidah Budidaya yang baik dan benar/Good Agriculture Practicies (GAP), agribisnis
dan agroindustri.
Kunci
utama untuk penumbuhan usaha agribisnis adalah penguasaan target pasar yang
jelas, kemampuan bersaing dari produk sejenis, mutu, harga, pelayanan dan
kontinyuitas suplai. Agribisnis
dengan skala menengah hingga besar memerlukan tambahan persyaratan kualitas
produk yang memenuhi skala ekonomi dan penyediaan produk secara kontinyu.
Berbagai peluang dan tantangan yang
dihadapi dalam rangka pengembangan agribisnis tanaman obat rimpang ke depan
diantaranya adalah ketersediaan lahan
usaha, sumberdaya manusia, kelembagaan petani, peluang pasar serta
tantangan yang dihadapi yaitu ketersediaan permodalan, teknologi budidaya,
penyediaan benih, serangan organisme pengganggu tanaman, perubahan iklim, kontinyuitas
pasokan produk, standardisasi produk, serta kemampuan daya saing produk.
A. PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
TANAMAN OBAT RIMPANG
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa peluang
dalam pengembangan agribisnis tanaman obat rimpang dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Lahan Usaha
Tersedianya lahan-lahan potensial untuk pengembangan hortikultura khususnya tanaman
obat rimpang, yang mencakup lahan tegalan/kebun, lahan yang tidak digunakan
(terlantar), lahan pasang surut, maupun lahan perkebunan terlantar. Pada tahun 1998 tercatat lahan tegalan seluas
8.383.599 ha, lahan ladang seluas 3.179.213 ha, dan lahan yang sementara tidak digunakan
seluas 7.335.586 ha. Walaupun lahan
tersedia cukup luas namun tingkat kesuburan umumnya rendah,
Hasil
penelitian penulis tahun 2001 yang dilakukan dibeberapa sentra tanaman obat
rimpang pada tingkat petani, luas lahan
yang digunakan untuk tanaman obat khususnya jahe berkisar antara 0,25 – 1,0 Ha,
hal ini merupakan potensi yang cukup baik untuk pengembangan di Jawa Timur. Potensi lahan tanaman obat selain ditanam
di kebun juga di lahan pekarangan dimana potensi lahan pekarangan di Jawa Timur
seluas 593.859 Ha. Kemudian ditinjau dari aspek agronomi tanaman obat, kondisi
lahan, iklim, tanah, curah hujan di Jawa Timur sangat menunjang.
Dengan demikian potensi lahan usaha
untuk tanaman obat di Jawa Timur merupakan satu kekuatan.
2. Sumber Daya
Manusia
Faktor yang mendukung pengembangan
tersebut selain besarnya potensi kekayaan sumberdaya alam sebagai sumber bahan
baku simplisia yang dapat diformulasikan menjadi obat tradisional, kemudian
keikutsertaan segenap lapisan masyarakat/petani tanaman obat, penjual, pemakai
maupun masyarakat lain yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan
dengan tanaman obat tradisional sangat penting.
Ditinjau dari aspek jumlah, sebaran
serta kualitas penduduk/petani maka masalah sumberdaya manusia sebagai pelaku
utama pengembangan agribisnis tanaman obat di Indonesia relatif cukup
menunjang. Jumlah penduduk yang cukup besar dalam posisi penyebaran merata akan
sangat menunjang untuk pengembangan agribisnis tanaman obat.
3. Kelembagaan
Petani
Kelembagaan yang sudah tumbuh di
tingkat masyarakat petani di pedesaan atau yang dinamakan kelompok tani
memiliki potensi yang sangat besar menjadi pendamping dan penggerak bagi tiap
usaha tani. Peranan kelompok tani sangat strategis dalam mengembangkan skala
usaha agribisnis yang lebih ekonomis dan
efisien. Untuk itu dalam rangka pemberdayaan petani sebagai pelaku utama
agribisnis khususnya tanaman obat rimpang, perlu menumbuh kembangkan kelompok
tani disertai pembinaan secara langsung di lapangan dan bertahap sampai
kelompok tani tersebut mampu mandiri.
4. Pemasaran
Mekanisme pemasaran tanaman obat selain
di dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri (pabrik jamu, racikan,
industri rumah tangga pembuatan obat tradisional), tanaman obat juga ditujukan
untuk memenuhi permintaan dari luar negeri (ekspor).
Dilihat dari permintaan pasar baik
permintaan dalam negeri maupun ekspor, prospek pemasaran tanaman obat terutama
jahe mempunyai peluang pasar yang cukup baik. Data dari PT. Jamu Jago yamg
disampaikan pada pertemuan forum komunikasi agribisnis tanaman obat di Jakarta
(2000) bahwa daya serap satu industri jamu, misalnya dari PT. Jamu Jago
terhadap tanaman berkhasiat obat mencapai sekitar 3.090 ton pertahun. Perkembangan
industri jamu di Jawa Timur juga cukup pesat, sampai dengan saat ini ada 56
perusahaan yang bergerak dalam industri obat tradisional atau jamu dengan kebutuhan
bahan baku tanaman berkhasiat obat. Cukup besar permintaan jahe Indonesia di
pasar internasional yang selalu meningkat setiap tahunnya, data tahun 1981 –
1989 menunjukkan rata – rata peningkatan mencapai 43,17%. Sedangkan
perkembangan ekspor jahe segar Jawa
Timur mulai tahun 1995 – 1999 perkembangan ekspor meningkat sebesar 60,47%
setiap tahunnya (Laporan tahunan Diperindag Prop. Jatim, 1999).
6. Peluang
Ekspor
Pengembangan ekspor tanaman obat di
Indonesia umumnya dan Jawa Timur khususnya mempunyai prospek yang sangat cerah.
Peluang ekspor sangat terbuka lebar untuk tingkat Asia maupun Eropa. Namun
demikian dalam pelaksanaannya terdapat kendala – kendala dalam usaha menembus
pasar luar negeri yang meliputi kualitas dan kontinyuitas produk, persaingan
harga dan pengolahan hasil produksi.
Berdasarkan data ekspor tanaman obat
menurut negara tujuan ekspor, maka Hongkong merupakan pasaran utama tanaman
obat Indonesia, karena mempunyai nilai ekspor yang paling besar, walaupun nilai
setiap tahunnya berfluktuasi. Rata – rata ekspor tanaman obat ke Hongkong
setiap tahun sebesar 730 ton dengan nilai sebesar US $ 526,6 ribu. Dengan
tingkat pertumbuhan ekspor tiap tahunnya mencapai sebesar 29,7% untuk volume
dan 48,2% untuk nilai. Ekspor terbesar kedua adalah ke Singapura, dengan rata –
rata ekspornya setiap tahun mencapai 582 ton dengan nilai sebesar US$ 647 ribu
dan tingkat pertumbuhan ekspornya mencapai 1,3% untuk volume dan 13,4% untuk
nilai. Jerman merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga, dengan tingkat ekspor
setiap tahunnya mencapai sebesar 155 ton dengan nilai sebesar US$ 112,4 ribu.
Sedangkan tujuan ekspor tanaman obat Indonesia berikutnya adalah ke Taiwan,
Jepang, Korea Selatan dan Malaysia. (Chanisah. S, 1995).
Dengan melihat perkembangan ekspor
baik tingkat nasional maupun regional, maka peluang ekspor untuk tanaman obat
sangat menjanjikan.
Kamis, 09 Agustus 2012
MEMBANGUN CITRA PROFESIONAL WIDYAISWARA
Dalam Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor : 14 tahun
2009, tentang jabatan fungsional widyaiswara dan angka kreditnya pada pasal 3
dan 4 disebutkan bahwa jabatan fungsional widyaiswara merupakan jabatan karier
yang hanya dapat diduduki oleh PNS dengan tugas pokoknya adalah mendidik,
mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah yang
bersangkutan. Oleh karena itu pembinaan
karier jabatan dan kepangkatannya dinilai dari seberapa jauh kegiatan yang
dapat dilakukan oleh seorang widyaiswara untuk
mengumpulkan angka kredit sesuai dengan jenjang jabatan yang akan
didudukinya.
Memperhatikan
hal tersebut diatas, maka seorang widyaiswara profesional dituntut untuk
memahami dan menghayati tugas pokoknya sesuai
Permenpan No.14 tahun 2009, serta Peraturan bersama Kepala LAN dan Kepala BKN
No.1 dan 2 tahun 2010, tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional Widyaiswara
dan angka kreditnya. Tugas pokok
tersebut antara lain terdiri dari tugas
utama dan penunjang, mulai dari menganalisa kebutuhan diklat, menyusun
kurikulum, menyusun bahan diklat sesuai spesialisasinya, melaksanakan tatap
muka di depan kelas sesuai dengan spesialisasinya, memeriksa ujian diklat
sesuai spesialisasinya, membimbing peserta diklat, mengelola program diklat, mengevaluasi
program dikklat, kemudian mengembangkan
profesi mulai dari membuat karya tulis ilmiah (KTI), menterjemahkan/menyadur
buku, membuat peraturan/panduan, melaksanakan orasi ilmiah bagi yang akan
menduduki jabatan widyaiswara Utama, serta kegiatan penunjang berupa peran serta dalam seminar/ lokakarya dalam
rangka pengembangan wawasan/kompetensi widyaiswara, keanggotaan dalam organisasi
profesi, keanggotaan dalam tim penilai jabatan fungsional widyaiswara,
bimbingan kepada widyaiswara jenjang dibawahnya, perolehan gelar kesarjanaan
yang sesuai dengan spesialisasinya
dan perolehan Piagam Kehormatan/Tanda
Jasa.
Tidak sekedar hanya memahami dan menghayati
sejumlah tugas yang dibebankan kepada
jabatan fungsional widyaiswara, namun akan
menjadi lebih berat melaksanakan amanah tersebut. Disisi lain masih banyak orang yang menganggap
bahwa jabatan fungsional widyaiswara
adalah jabatan yang masih terpinggirkan, terdiri dari kumpulan orang-orang yang
tidak terpakai dalam jabatan struktural dan menjadi widyaiswara hanya untuk memperpanjang usia
menjelang pensiun. Dalam permenpan No. 14 Tahun 2009 memberikan ruang pada
jabatan struktural eselon I dan II untuk dapat diangkat menjadi widyaiswara,
walaupun pengecualian untuk memenuhi formasi widyaiswara yang melaksanakan
tugas pokok pada Diklatpim Tingkat II dan I. Begitu juga masih banyak widyaiswara yang
kehilangan integritas, merasa dirinya ahli atau mengahlikan dirinya sendiri
seolah-olah dialah yang paling hebat, orang struktural dimata widyaiswara hanya
sedikit tahu, yang lebih arogan lagi widyaiswara tidak mau diatur malah
cenderung ingin mengatur, selalu berprasangka negatif, memaksakan kehendak dan
yang lebih memalukan sesama teman saling berebut JP alias jam pelajaran tanpa
memandang kompetensi yang mereka punyai, karena merasa dirinya serba bisa. Lalu bagaimana membangun citra profesional Widyaiswara ? Jawabannya
tentu tergantung pada individu widyaiswara, kita sebagai Widyaiswara harus
merasa bangga bukan berarti bertingkah membusungkan dada, profesi Widyaiswara
merupakan profesi yang mulia dan menjadi ujung tombak dalam membina sumberdaya
manusia, sudah berapa banyak pelatihan yang telah diberikan sebagai
transformasi pengetahuan dan ketrampilan kepada para pimpinan, sudah berapa
banyak ketrampilan yang dilatihkan melalui diklat kepada pejabat struktural
maupun fungsional, semuanya melalui sentuhan para pendidik dan pelatih dalam hal
ini widyaiswara. Jangan dengarkan dan
lupakan mereka yang berkata sinis
terhadap jabatan fungsional widyaiswara.
Menjadi seorang widyaiswara profesional
adalah dambaan bagi setiap insan
yang ingin menjadikan dirinya
berkualitas. Mengutip dari buku pedoman pengembangan kualitas widyaiswara
Departemen Pertanian, yang dimaksud dengan widyaiswara berkualitas adalah :
1.
Widyaiswara
yang mempunyai moral dan etika.
Bekerja
tidak hanya mementingkan tujuan tetapi juga cara mencapai tujuan baik tujuan
kegiatan maupun tujuan organisasi, bekerja selalu menggunakan cara yang baik
berlandaskan kepada nilai dan norma yang diakui masyarakat. Widyaiswara yang mempunyai moral dan etika
dalam bekerja selalu bersikap jujur dan menjaga keselarasan hubungan dengan
lingkungannya;
2. Widyaiswara yang memiliki dedikasi yang
tinggi.
Dedikasi adalah sebuah sikap
pengabdian yang tulus dan disertai dengan kemampuan untuk berbuat memberikan
yang terbaik. Dedikasi yang dituntut
dari seorang widyaiswara meliputi dedikasi terhadap pekerjaan, terhadap lembaga
tempat tugasnya, terhadap masyarakat, bangsa dan negara;
3.
Widyaiswara memiliki etos kerja yang tinggi.
Etos kerja adalah sebuah
semangat yang mendorong dan menggerakkan seseorang/kelompok/komunitas bahkan
suatu bangsa untuk melakukan sesuatu dengan penuh pengabdian, tanggung jawab,
disiplin dan penuh keinginan untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Widyaiswara yang memiliki etos kerja yang
tinggi adalah widyaiswara yang berdedikasi tinggi, bertanggung jawab, disiplin,
dan selalu berupaya untuk mengarahkan segala kegiatannya kepada tercapainya
tujuan lembaga pelatihan tempat dia bekerja, sesuai dengan norma profesinya;
4.
Widyaiswara
yang profesional.
Widyaiswara yang profesional
adalah widyaiswara yang kompeten dibidang keilmuan, ketrampilan dan sikap,
sesuai dengan standar pekerjaannya.
Widyaiswara yang profesional selalu bekerja mementingkan mutu,
bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya dan disiplin sesuai dengan norma
profesinya;
5.
Widyaiswara
yang berjiwa wirausaha
Widyaiswara yang berjiwa
wirausaha adalah widyaiswara yang mampu bekerja secara produktif, efektif dan
efisien. Widyaiswara yang memiliki jiwa
wirausaha selalu kreatif, mandiri, mampu beradaptasi, selalu mencari peluang,
mampu mengelola sumber daya serta berani menanggung resiko dengan penuh
perhitungan. Widyaiswara yang berjiwa wirausaha akan selalu menghasilkan inovasi
juga meningkatkan hasil kerja.
Untuk mewujudkan semua itu tidaklah mudah
dan perlu kerja keras, oleh karena itu sebagai widyaiswara yang profesional harus mampu berperan sebagai, a) pendidik
yaitu orang yang mampu mengubah perilaku peserta didik sehingga mau dan mampu
melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya; b) teknisi ahli yaitu orang
yang memiliki keahlian dalam bidang yang diampunya, oleh karenanya harus mampu
menjawab dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh peserta pelatihan dan juga
masyarakat umum yang memerlukan bantuannya; c) konsultan yaitu orang yang mampu
memberikan konsultansi yang berhubungan dengan kepelatihan dan keahlian yang
diampunya bagi yang membutuhkan; d) penghubung yaitu orang yang mampu berperan
untuk mempermudah dan memperlancar proses pembelajaran; e) koordinator
pelatihan yaitu harus mampu mengkoordinasi dan mengorganisasi program pelatihan
dan f) sebagai peneliti dan pengkaji yaitu orang yang dituntut mampu melakukan
penelitian dan pengkajian dalam bidang keahlian yang diampunya serta menguasai
metode penelitian dan teknis penulisan ilmiah.
Tidak mudah memang untuk membangun citra
widyaiswara profesional, tetapi tulisan ini untuk mengingatkan kepada penulis
selaku widyaiswara yang masih banyak kekurangan, mari kita sebagai widyaiswara senantiasa
meningkatkan profesional kita dengan
belajar, belajar, belajar, dan terus belajar.
MENJADI WIDYAISWARA BERPRESTASI
Predikat berprestasi seharusnya diberikan kepada
siapapun yang telah berhasil menunjukkan kemampuan kompetensi. Seperti misalnya seorang pelajar yang telah
menunjukkan kemampuannya menjadi juara olimpiade fisika, maka dia diberi
predikat berprestasi bidang fisika. Seorang
olahragawan yang telah menunjukkan kemampuannya menjadi juara tinju tingkat
dunia seperti Chris John, maka dia diberi predikat berprestasi dibidang tinju. Seorang Penyuluh Pertanian yang telah
menunjukkan kemampuannya dalam menjalankan tugas dan fungsinya, maka diberikan
predikat penyuluh berprestasi atau teladan. Bahkan penyuluh seperti itu
mendapat kesempatan penghargaannya diberikan oleh Presiden Republik Indonesia
pada saat hari besar kenegaraan kita yaitu pada
tanggal 17 Agustus.
Bagaimana dengan widyaiswara ?
menjadi widyaiswara yang berprestasi tentu saja tidak mudah. Untuk
mendapatkan predikat berprestasi membutuhkan keuletan dalam bekerja, ketekunan
dan yang paling penting dapat
menunjukkan kemampuan kompetensinya sebagai pendidik, pengajar, dan/atau
melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah. Dalam pedoman penilaian widyaiswara
berprestasi, yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian,
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Departemen pertanian tahun
2007, telah ditetapkan beberapa krikteria penilaian dan prosedur pencalonan
untuk menjadi widyaiswara berprestasi. Unsur-unsur
yang dinilai pada widyaiswara mencakup pelaksanaan tugas pokok dan kegiatan
kemasyarakatan yang dilaksanakan serta prilaku widyaiswara baik dalam proses
pembelajaran, maupun prilaku keseharian sebagai PNS di lingkungan
kerjanya. Unsur-unsur penilaian tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Angka Kredit
2. Kegiatan Dikjartih
3. Pengembangan Diklat
4. Penelitian dan atau Pengkajian
5. Kegiatan Mandiri
6. Pengabdian Masyarakat
7. Tanda penghargaan
8. Perilaku, yang terdiri dari disiplin,
kejujuran, kerjasama dan kepemimpinan.
Unsur-unsur yang dinilai tersebut dirinci
menjadi sub unsur, indikator dan krikteria, yang kemudian dituangkan dalam
instrumen penilaian widyaiswara berprestasi.
Kemudian bagaimana dengan prosedur pencalonannya? Dalam pedoman tersebut disebutkan dua
persyaratan yaitu : persyaratan umum dan persyaratan khusus. Untuk persyaratan umum yaitu : a) menduduki
jabatan fungsional Widyaiswara terus menerus minimal selama 2 (tahun) atau
telah diangkat dalam jabatan fungsional widyaiswara minimal 2 tahun
(berdasarkan SK. Pengangkatan jabatan fungsional); b) mempunyai DP3 selama 2
tahun terakhir dengan setiap unsur penilaian bernilai baik; c) tidak pernah
mendapat hukuman disiplin.
Sedangkan untuk persyaratan khusus bagi calon
yang diusulkan dengan melampirkan : a) Daftar riwayat hidup; b) surat
keterangan kesehatan dokter; c) hasil pencapaian Angka Kredit (AK) 4 (empat)
tahun periode terakhir serta d) SK. Pangkat dan atau jabatan fungsional widyaiswara
terakhir. Metode penilaian dilakukan
secara bertingkat, yaitu tingkat Balai dan tingkat Pusat, dengan menggunakan 2 cara yaitu : 1)
langsung melalui wawancara dan pengamatan terhadap unsur-unsur kegiatan yang
dinilai dan 2) tidak langsung, dengan memeriksa kelengkapan dokumen
administrasi milik yang bersangkutan, yang disampaikan melalui Balai tempatnya
bertugas.
Penentuan Widyaiswara berprestasi
dilakukan berdasarkan hasil penilaian oleh Tim Penilai yang dibentuk untuk
tugas itu. Kepada widyaiswara yang berprestasi diberikan penghargaan dalam
bentuk Piagam yang ditandatangani oleh Menteri pertanian. Pemberian penghargaan dilaksanakan pada hari
besar pertanian seperti hari Pangan sedunia, Hari Krida Pertanian atau
hari-hari besar lain yang dianggap tepat. Itulah kira-kira ilustrasi untuk menjadi widyaiswara
yang berprestasi menurut pedoman yang dikeluarkan Departemen Pertanian tahun
2007.
Bagaimana dengan implementasinya ? Apakah setiap tahun selalu ada penilaian
widyaiswara berprestasi atau teladan, seperti halnya Penyuluh Pertanian
teladan/berprestasi yang setiap tahun penghargaannya diberikan oleh Presiden
Republik Indonesia pada saat hari besar kenegaraan? Sebenarnya
selembar piagam penghargaan yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang, sebagai bagian dari motivasi widyaiswara dalam meningkatkan
kompetensi dan kinerjanya. Lebih
jauh dari itu widyaiswara sebagai pendidik, pengajar dan pelatih, dituntut
untuk selalu meningkatkan kualitas pengembangan diri dan etos kerjanya. Penilaian terhadap seorang widyaiswara, apakah
ia dinilai baik atau kurang baik, sesungguhnya dilakukan oleh peserta
didik/pelatihan, seberapa jauh dia mampu mentransfer teknologi/ketrampilan yang
ia miliki, sehingga output akhir dapat diimplementasikan oleh peserta
didik/pelatihan. Oleh karena itu sebagai widyaiswara harus senantiasa berusaha
meningkatkan kualitas pengembangan diri serta etos kerja. Tentu
saja dengan mengacu pada pedoman dan peraturan yang ada.
Rabu, 08 Agustus 2012
10 JENIS TANAMAN RIMPANG BERKHASIAT OBAT
Sudah
sejak jaman nenek moyang kita dahulu tanaman rimpang yang dikenal sebagai
empon-empon (Jawa) atau rempah-rempah alias si penyedap masakan, dapat
digunakan sebagai ramuan tanaman obat tradisional atau jamu. Pemakaian obat tradisional yang berasal dari
tanaman rimpang ini tidak hanya digunakan bagi mereka yang tinggal dipedesaan,
namun sekarang ini sudah mulai diminati oleh masyarakat kota. Terbukti dengan
banyaknya masyarakat perkotaan yang mengkonsumsi obat tradisional dalam bentuk jamu instan mulai dari jahe,
kencur, temulawak dan lain-lain dari berbagai jenis rimpang. Sekalipun mereka tahu bahwa penggunaan obat
tradisional, jangka penyembuhannya relatif lambat, namun pasti dan tidak
merusak atau tidak berefek samping secara drastis.
Sepuluh jenis tanaman rimpang berhkasiat obat
yang sering digunakan sebagai berikut :
1. Jahe (Zingiber officinale)
Jahe yang
dikenal dibeberapa daerah dengan nama jae (jawa), jahe (Sunda), Jhai (Madura),
jahi (Lampung), bahing (Batak karo), pase (Bugis) dan melito (Gorontalo). Selain beragamnya sebutan atau nama jahe
diberbagai daerah, juga beberapa jenis
jahe yang dikenal di Indonesia yaitu jahe emprit, jahe gajah dan jahe merah. Kandungan bahan aktif jahe antara lain :
minyak astiri 2 – 3%, zingberin, kamfena, borneol, sineol, zingeberal,
geranipl, gingerin, gingerol.
Umbi jahe
mengandung senyawa oleoresin yang lebih dikenal sebagai gingerol yang bersifat
sebagai antioksidan. Sifat inilah yang membuat jahe disebut-sebut berguna
sebagai komponen bioaktif antipenuaan. Komponen bioaktif jahe dapat berfungsi
melindungi lemak/membran dari oksidasi, menghambat oksidasi kolesterol, dan
meningkatkan kekebalan tubuh. Berbagai khasiat jahe yang secara tradisional
sudah dikenal luas adalah seperti berikut ini : Obat batuk, influenza, demam,
menambah nafsu makan, memperkuat lambung, obat eksim, rematik, syaraf muka,
lecet, luka karena tikaman benda tajam, terkena duri, jatuh, gigitan ular ,
menyembuhkan sesak dada dan memperbaiki pencernan.
Contoh : untuk
ramuan obat Masuk angin ambil jahe yang
tua sebesar ibu jari, cuci bersih dan memarkan lalu direbus dengan air dua
gelas, tambahkan gula aren secukupnya, kemudian didihkan lebih kurang 1/4 jam.
Angkat dan minum hangat-hangat. an ini pada anggota tubuh yang terkilir.
Lakukan dua kali sehari.
2. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit dikenal
dengan nama daerah kunyit (malayu), hunik (Batak), kunyir (Sunda), kunir (Jawa)
dan Temu koneng (Madura). Banyak
kandungan bahan aktif yang terdapat dalam kunyit antara lain : Curcumin, minyak
astiri, phellan-drene, sabinene, cineol, borneol, zingeberenne, turmeron,
camphene, camphor, caprillic acid, methoxinnamic acid, dan zat warna alkaloid
cur-cumid. Khasiat dari bahan aktif yang terdapat dalam kunyit
tersebut antara lain : Membersihkan, mempengaruhi bagian perut, melepaskan kelebihan gas di usus, menghentikasn
pendarahan, mencegah pengentalan darah, anti gatal, anti kejang, menyembuhkan
hidung yang tersumbat, radang amandel, radang rahim,.anemia, tekanan darah
tinggi, rematik, disentri dan cacar.
3. Kencur (Kaempferia galanga L.)
Kencur adalah
istilah Jawa, sedangkan nama daerah lain Ceuko (Aceh), Keciwer (Batak), Cakue
(Padang, Cikur (Sunda), Cekuh (Bali) dan Asauli (Ambon). Dia termasuk kerabat
jahe-jahean (gamilia Zingiberaceae), jadi masih saudaranya kunir, jahe, kunci,
dan sebagainya.
Kandungan bahan
aktif yang terdapat di dalam rimpang kencur adalah: pati (4,14%), mineral (13,73%), minyak astiri
(0,02%) berupa sineol, asam metal kanil, penta dekaan, asam cinnamic, ethyl
aster, asam sinamic, borneol, kamphene, asam anisic dan alkaloid.
Dengan kandungan bahan aktif
tersebut maka banyak khasiatnya sebagai obat antara lain :Batuk, kembung, mual
masuk angin, masalah pencernaan, anti implamasi, antiseptik, antipasmodik,
mengobati sakit gigi, mengeluarkan dahak, tetanus, keracunan tempe bongkrek,
jamur, sakit kepala, bisul, nyeri gigi dan menambah daya tahan tubuh.
4. Laos/Lengkuas (Languas galanga stuntz.)
Laos atau
lengkuas, dikenal dengan nama daerah Langkueneh (Aceh), Langkuweh (Padang),
Laja (Sunda), Laos (Jawa, Bali), dan Lingkawas (Manado).
Kandungan bahan
aktif yang terdapat pada lengkuas antara lain : Minyak astiri, minyak alpinen,
methyl cinnamate, kamfer, eugenol (pemberi cita rasa pedas).
Manfaat laos
selain sebagai penyedap masakan, banyak khasiat yang digunakan sebagai obat
antara lain : Anti bakteri sebagai obat penyakit kulit seperti kodis koreng dan
borok, obat gosok penghangat badan, pelancar kemih, penguat empedu, obat tetes
telinga, memperbaiki pencernaan, mengeluarkan lendir dari saluran napas, sakit
kepala, nyeri dada, meningkatkan nafsu makan, meredakan kolik atau perut mulas,
diari dan obat anti mual.
5. Lempuyang (Zingiber zerumbert)
Lempuyang
dikenal dikenal dengan nama daerah Lempuyang gajah (jawa dan Lempoyang paek
(Madura).
Kandungan bahan
aktif yang terdapat pada lempuyang antara lain : Minyak astiri (terdiri dari
zerumbon, pinen, alfa kariofilen, kamfen, sineol dan limonen). Flavonoid dan
saponin. Khasiat dari
bahan aktif yang terdapat dalam lempuyang tersebut antara lain :
Zerumbon adalah senyawa yang berkhasiat sebagai anti kejang, dapat digunakan
juga sebagai obat bisul, kaki bengkak, peluruh angin, peluruh batu ginjal dan
empedu, kencing batu, diare berlendir dan menambah nafsu makan.
6.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb )
Temulawak
termasuk dalam keluarga Jahe (zingiberaceae),
Temulawak ini sebagai tanaman obat asli Indonesia, dengan berbagai nama daerah
yaitu : Temulawak (Jawa), Koneng gede (Sunda) dan Temulabak (Madura).
Temulawak sudah
lama digunakan secara turun temurun oleh nenek moyang kita untuk mengobati
sakit kuning, diare, maag, perut kembung dan pegal-pegal. Terakhir juga bisa
dimanfaatkan untuk menurunkan lemak darah, mencegah penggumpalan darah sebagai
antioksidan dan memelihara kesehatan dengan meningkatkan daya kekebalan tubuh.
Khasiat lainya
yaitu : untuk mengobati limpa, ginjal, pinggang, asma, sakit kepala, masuk
angin maag, produksi ASI, memperbaiki nafsu makan, sembelit, sariawan dan
jerawat.
7.Temuireng (Curcuma aeroginosa Roxb.)
Temuireng masih
dalam keluarga zingiberaceae, dikenal
dengan nama daerah temu erang (Melayu), koneng hideung (Sunda), temu ireng
(Jawa), temo ereng (Madura), temu ireng (Bali). Kandungan bahan aktif yang
terdapat dalm temuireng antara lain minyak airis, tanin, kurkumol, kurdion,
kurkumalakton, germakron, kurkumin, zat pati, damar, dan zat warna biru.
Khasiat yang
terdapat dalam temuireng antara lain yaitu : untuk meningkatkna nafsu makan, melancarkan
keluarnya darah kotor setelah melahirkan, mengobati penyakit kulit, memperbaiki
pencernaan, sariawan batuk, sesak napas, cacingan, dan menstimulasi kerja
lambung.
8. Temukunci
(Boesenbergia pandurata Roxb.)
Temukunci
dikenal dengan nama daerah Tamu kunci (Minangkabau), temu kunci (Melayu), kunci
(Jawa), tmeu kunci (Sunda),dumu kunci (NTT), tumbu kunci (Ambon), tamputi
(Ternate). Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam temukunci adalah minyak
atsiri (yang terdiri dari kamfer, sineol, metil sinamat, dan hidromirsen),
damar, pati, saponin, flavonoid pinostrolerin, dan alipinetin.
Adapun khasiat
dari tanaman temukunci sebagai obat antara lain: obat, masuk angin, perut
kembung, sukar buang air kecil, gatal-gatal, keputihan, panas dalam,
tuberculosis, obat kanker, asma,radang amandel, penyakit kuning, radang usus
buntu, radang rahim,sembelit,nyeri perut,trakoma, borok gatal, gigi,demam
nifas,dan disentri.
9. Temugiring (Curcuma heyneana Val.)
Temugiring
termasuk tanaman rimpang yang dikenal di Jawa dengan nama daerah temugiring
atau temureng. Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam temugiring anatara
lain: minyak asiri,amilum, damar, flavonoida, tanin, zat pahit dan senyawa
kurkumin yang dapat memberi warna kuning.
Khasiat sebagai obat
antara lain adalah untuk obat penenang, peluruh cacing, kulit terkelupas,
mendinginkan badan, membersihkan darah, disentri, penyakit kulit, bau badan,
dan bahan kosmetik
10. Temu Mangga (Curcuma Mangga Val.)
Temu mangga
masih termasuk satu famili dengan jahe (Zingiberaceae). Nama daerah dari temu mangga adalah kunir putih, temu bayangan,
temu putih, temu poh (Jawa), koneng joho, koneng lalap, koneng pare( Sunda),
temu pao (Madura). Temu mangga memiliki bahan aktif antara lain: minyak asiri,
amilum, tanin, gula dan damar.
Khasiat temu
mangga adalah sebagai pencahar, menyempitkan vagina, pelangsing tubuh, penambah
nafsu makan, penguat syahwat, penangkal racun, penurun panas, bronchitis, asma,
sakit pinggang, penguat lambung.
(Ags.
sumber: Katalog Tanaman Obat. Direktorat Jenderal Produksi Hortikultura
dan Aneka Tanaman , 2000)
Langganan:
Postingan (Atom)